Episode Hujan

Penulis: Lucia Priandarini
Editor: Septi Ws
Penerbit: Grasindo
Cetakan: Pertama, Januari 2016
Tebal: 292 hlm
Harga: Rp. 69.000 (Diskon di Toko Buku Online)
Bintang: 4,5/5


“Orang-orang seperti Max ditugaskan untuk membongkar tanda di balik kata, menjerat bukti berseberangan di balik peristiwa, mengejar pengakuan dan menyerukannya.” (h.2)

Impian Katya menjadi seorang reporter dengan idealism seperti Max, mendapat tentangan dari Sang Ibu. Proses penerimaan reporter dari Barometer, media yang sangat dia idamkan, yang memasuki tahap akhir, harus tersisih saat berita buruk muncul bersamaan dengan keberangkatannya. Kesempatan Katya kembali terbuka pada sebuah majalah wanita dewasa, tapi dunia barunya menantang idealisme. “You know… ada perbedaan antara sekadar menyampaikan informasi dan memberikan pengetahuan. Seperti juga ada perbedaan antara bisnis media dengan jurnalisme.” (h.119)

Kehidupan Katya menemui petualangannya, ketika Jani, gadis cilik, yang diajarnya di Pusat Kegiatan Belajar Mengajar (PKBM) untuk anak-anak tidak mampu dan jalanan, menghilang. Jani tiba-tiba menghilang saat turun dari kereta api bersama kakeknya. Pertemuan Katya dengan Jani di kelas tanpa sadar menciptakan ikatan dalam dirinya. Keputusan pun dibuat bahwa Katya harus menemukan Jani.
Keputusannya menghubungkan dia dengan sosok Banyu Mili, pria yang menawarkan jasa pencarian orang hilang di twitter, sebuah jasa yang menurut Katya aneh. “Harapan kita, ia belum mati. Anak itu hanya sejauh keberanianmu mencari.” (Banyu Mili – h.100) Keraguan Katya yang sebelumnya memerangi isi kepala, berkurang dan dia memilih mempercayai pria yang bersedia membantunya mencari Jani.

Episode Hujan berbicara tentang idealisme, kehidupan dan kritik sosial, selipan romansa memberi sisi lembut dalam alur cerita. Alur cerita Katya terbagi menjadi dua, tentang dunia kerjanya dan pencarian orang-orang hilang, yang keduanya terhubung pada sosok Max, reporter idolanya. Ketika pencarian Jani tak kunjung menemukan jejak, dan semangat Katya mulai tergerus, kenyataan masa lalu diungkap oleh sang Ayah. Kondisi yang ternyata membuat Katya termasuk dalam orang-orang yang kehilangan. Begitu pun dengan Banyu Mili yang melakukan pencarian orang-orang hilang karena dirinya juga kehilangan.

“Aku melakukan yang harus kulakukan. Sesederhana karena aku merasakan yang dirasakan sesama orang-orang yang kehilangan. Mereka berhak punya harapan. Mereka berhak dibantu untuk mencari.” (Banyumili – h.137)

Proses pencarian Jani sekaligus mempertontonkan kehidupan warga pinggiran dan anak-anak jalanan. Katya dan Banyu Mili harus melebur dengan penghuni jalanan demi mendapatkan secuil pun informasi tentang Jani. Kritik sosial terbangun pada alur ini, “Lembar-lembar uang yang bagi si pemberi barangkali pertanda belas kasih, tapi bagi dirinya adalah tanda persetujuan bahwa anak-anak itu memang harus tetap berada di jalanan dengan semua resiko terburuknya. Tertabrak, kekerasan, hingga pelecehan seksual.” (h.168) Pencarian ini juga menggiring Katya untuk bertemu dengan para orang tua, saudara, kerabat orang hilang akibat tragedi atau pelanggaran HAM di Indonesia. Orang-orang yang setiap hari Kamis sore berdiri di depan Istana Merdeka demi mendapatkan kepastian yang tak kunjung datang.



"Orang sering bilang mari melawan lupa. Padahal, yang lebih penting menurut saya adalah jangan sampai lupa melawan. .... Jelas! Melawan lupa adalah menolak melupakan apa yang sudah terjadi. Lupa melawan adalah ketika seseorang dihadapkan dengan segala fasilitas dan kemudahan, kemudian dia memilih berhenti melawan." (h.206)

Romansa terbentuk dari kebiasaan Katya dan Banyu Mili bertemu, pemikiran yang senada, profesi yang saling mengait, tapi terhalang perasaan yang tak tersampaikan karena keraguan akan status hubungan mereka. Klise tapi penulis berhasil membalutnya dengan pemikiran tentang kehidupan yang tampak selalu tidak ideal. Begitupun dengan dunia kerjanya yang tidak sesuai dengan bayangan, deadline yang tak sebanding dengan jumlah karyawan, gaji yang kerap terlambat, bos arogan yang tidak mempedulikan team work, segalanya terasa timpang bagi kekritisan Katya.

Keganjilan sedikit ada pada jelang akhir cerita, saat Katya menyatakan Jani, adalah keponakannya (h.264), padahal sebelum-sebelumnya tidak ada tanda/cerita yang mengaitkan kenyataan tersebut. Meski begitu, keseluruhan cerita tentang menawan dan layak untuk dijadikan renungan bersama.

“Berikan yang terbaik pada dunia. Dan, kamu akan kecewa. Tapi … bagaimanapun, tetap berikan yang terbaik.” (Aksa – h. 153)

Comments

Post a Comment

What Do You Things?