Superhero Betawi Asli



Siapa yang tidak kenal Si Pitung??? Jika ada yang mengacungkan tangan, kemungkinan besar adalah para remaja era sekarang yang tidak diperkenalkan sang legenda betawi yang terkenal jago bela diri ini. Dahulu saya masih berkesempatan mengenal sosok pitung lewat layar kaca dalam bentuk film silat, kala itu bintang yang sering memerankannya adalah almarhum Dicky Zulkarnaen. Saya pribadi tidak terlalu ingat jelas tentang detail cerita, hanya sekadar mengingat kostum khas Si Pitung yaitu peci, baju plus celana longgar, sabuk gede, dan tidak ketinggalan golok.
Sayangnya, sepanjang ingatan saya, belum pernah dijumpai, baik film ataupun buku, yang menceritakan masa kecil dari si Pitung. Hingga kemudian, saya mendapatkan novel anak terbitan DAR! Mizan yang berjudul “Si Pitung, Superhero Betawi Asli”. Rasa yang pertama kali terbangun ketika menemukan buku ini adalah nostalgia.

Walaupun kisah pendekar asal Betawi ini sendiri masih belum jelas apakah berdasar kenyataan atau hanya sekadar mitos, namun Pitung seperti telah melekat pada masyarakat Betawi sebagai pembela rakyat kecil. Bisa dibilang Pitung adalah Robin Hood-nya Betawi. Seperti halnya Robin Hood, di sini Pitung juga sering mencuri harta pada orang-orang kaya yang kerap mengumpulkan kekayaannya dengan menindas rakyat, kemudian hasil curian akan dibagi-bagikan kepada rakyat miskin. Ditambah lagi dengan sosoknya yang sangat berani melawan penjajah Belanda dan membela rakyat kecil, membuatnya menjadi idola anak-anak.

Bapak Soekanto mencoba mengisahkan keberanian, ketaqwaan dan jiwa kemanusiaan si Pitung mulai dari ketika dia masih kecil, kurang lebih 10 tahun-an.

Kullu nafsin dzaa'iqatul maut
Semua yang bernafas akan kembali kepada Tuhannya


Ayat inilah yang berulang kali ditegaskan penulis dalam diri sosok Pitung. Bagaimana pun hebatnya, atau saktinya seseorang tidak akan pernah lepas dengan yang namanya kematian. Karena mati hanya sekali, maka hidup harus lah selalu memberikan manfaat bagi sekitarnya. Makna ayat tersebutlah yang kemudian digunakan sang penulis untuk membangun karakter Pitung hingga menjadi pria pemberani sekaligus berakhlak.

Saya suka sekali dengan cara penulis menyelipkan pesan-pesan yang pastinya akan sangat mudah diserap oleh kepala anak-anak. Seperti pesan Haji Naipin (guru Pitung) ketika Pitung buru-buru beranjak setelah shalat jama’ah, “Tot, jangan mau lari saja kalau selesai shalat ya! …. Coba kau pikir, kita shalat berarti kita sedang menghadap Tuhan Yang Maha Esa. Kaupikir, pantaskah begitu shalat selesai, kita lari membelakangi-Nya?” [h.28] Sungguh, sebuah pesan yang tidak hanya mengena bagi anak-anak tetapi juga orang dewasa.

Alur cerita berjalan maju, hingga Pitung dewasa. Hanya saja agak terjadi kebingungan dengan bertambahnya usia Pitung. Karena tidak ada penjelasan atau siratan dalam cerita tentang pertambahan usia tokoh, saya kerap baru menyadari ketika cerita sudah berjalan lumayan jauh atau saat melihat ilustrasi buku, “Ooohh… si Pitungnya udah gede to.”

Dari cara Pak Soekanto bercerita, dari pesan-pesan yang disampaikan, dari penyampaian yang tidak menggurui, membuat buku ini layak untuk dijadikan bacaan anak-anak.

Di Balik Buku Si Pitung, Superhero Betawi Asli


Sejujurnya saya tidak terlalu mengenal sosok Bapak Soekanto SA, sosok yang baru saya ketahui sangat lekat dengan nama majalah si Kuncung. Era saya kecil, Kuncung bukanlah majalah yang memenuhi bacaan saya, karena pada saat itu Mentari dan Bobo-lah yang seringkali menemani keseharian. Saat tuntas membaca buku si Pitung ini, mata saya tertuju pada foto profil penulis. Terlihat sosok pria sepuh yang sangat sederhana. Subhanallah, dengan usia yang telah memasuki 76 tahun, ternyata produktivitas beliau tidak ikut rapuh.

Dari membaca novel si Pitung ini, saya tahu bahwa penulisnya memang sangat mengenal dan mendalami dunia anak. Terlihat dari cara beliau menggambarkan si Pitung kecil dengan sifat khas anak laki-laki yang sering merasa dirinya pemberani dan ingin sekali menjadi jagoan. Setiap kali gurunya akan mengajarkan sesuatu, Pitung dengan sombong akan berujar, “Saya pasti bisa.” Gambaran-gambaran kuat karakter tokoh lah yang membuat cerita menjadi lebih bersemangat.

Bapak sembilan anak ini, mulai aktif menulis dan mengamati perkembangan bacaan anak sejak tahun 1950-an. Bersama Sudjati SA, beliau bekerja sama membangun majalah si Kuncung sebagai penulis sekaligus editor. Dedikasinya pada dunia anak, membuatnya dianugerahi berbagai penghargaan baik di dalam maupun di luar negeri.

Judul : Si Pitung, Superhero Betawi Asli
Penulis : Soekanto SA
Penerbit : DAR! Mizan
Terbit : Februari 2009
Tebal : 154 halaman

Comments