Dari Negeri Asing

Setelah membaca tiga cerpen pertama dalam buku kumcer “Dari Negeri Asing” saya diingatkan dengan sabda Rasulullah yang berbunyi, “Orang cerdas adalah orang yang senantiasa mengingat mati.”

Mengingat mati memang salah satu trik jitu untuk mengembalikan manusia ke ‘jalan lurus’. Bagaimana tidak? Saat kepala dan bayangan kita dipenuhi dengan adegan lubang tanah yang menganga siap memendam tubuh berbalut kain putih, rasanya mata pun sulit untuk tidak berair, rasanya sulit untuk melakukan dosa, rasa untuk bertaubat begitu mengencang di setiap sudut hati. Namun sayang, rasa yang begitu mahal itu seringkali hanya hadir dalam tempo yang singkat. Manusia kerap lebih memilih untuk melihat kefanaan dunia yang menggoda dan melupakan kehidupan absolut yang pasti akan menggenggam hidup para insan.

Pasti sebagian besar dari kita kenal dengan Majalah Hidayah. Ya, majalah yang sering memampangkan kisah misteri berhubungan dengan kematian manusia. Kematian yang dapat dijadikan ‘wajah’ dari perilaku sang manusia semasa hidup. Ketiga cerpen yang berjudul Kematian yang Begitu Penting, Tanah dan Tarian Pengantin, juga sama-sama mempertontonkan kematian, tetapi dengan gaya penulisan yang lebih halus.

Kematian pasti akan menjemput manusia, sekaligus menjadi ‘gerbang’ pertanggung-jawaban atas apa yang telah diperbuat semasa hidup. Mahsyar Kanjeng Sinuhun, mempertontonkan dunia mahsyar, dimana segala amalan dunia menjadi penentu penjeblosan manusia ke dalam surga/neraka. Uniknya tokoh Kanjeng Sinuhun, seorang tokoh yang adil, rendah hati, peduli dengan rakyat, ditambah dengan kualitas ibadah yang apik, ternyata mendapat keputusan neraka dalam buku yang digenggam sang malaikat. Ending cerita mengejutkan dan menyindir/mengingatkan maraknya fatwa yang akhir-akhir ini sering dilontarkan beberapa pihak.

Seperti halnya Kanjeng Sinuhun yang berkeinginan meraih surga, semua orang pasti juga menginginkannya. Itupun berlaku pada diri tokoh ‘Aku’ dalam cerpen Ke Surga. Dengan polosnya si tokoh mengambil nasehat sang ustad tanpa menafsir terlebih dahulu, dan mengambil perjalanan yang melewati jalan yang benar-benar lurus. Keriuhan hati menemani perjalanan panjang dari si tokoh. Apakah jalan yang ku ambil benar? Jangan-jangan waktu di awal aku mengambil belokan yang salah? Dapatkah perasaan menjadi tolak ukur kebenaran?. Simpang siur pertanyaan memenuhi kepalanya hingga perjalanan pun akhirnya berujung dengan lucu.

Tidak jauh berbeda dengan ‘Aku’, tokoh dalam cerpen Daun-daun Makrifat, yang juga menyinggung tentang pergulatan religi. Jika tokoh ‘Aku’ dengan innocent-nya mengambil jalan lurus [benar-benar jalanan yang lurus] maka tokoh Had melewati perenungan yang panjang, hingga menginginkan dirinya seperti Musa yang mencari ‘sosok’ Tuhan.

Teungku Ahmad Lebai Muda, tokoh sentral dalam cerpen Bila Tuhan Telah Tiada, mengalami dilemma dengan masyarakat desanya yang tidak mau datang ke masjid. Sebagai pengumandang adzan, Ahmad kemudian mulai datang ke setiap rumah untuk mengajak kembali para tetangga berkunjung ke rumah ibadat yang telah berumur. Namun, apa yang dia dapatkan? Keluhan-keluhan penduduk yang malah membuat keimanannya semakin melemah.

Kumpulan cerpen yang diisi dengan penulis yang terbilang memiliki nama yang telah ‘berkibar’ terlihat sangat mumpuni dalam mengurai cerita. Afifah Afra, Sakti Wibowo, Agustrijanto, Novia Syahidah adalah sebagian dari Pemenang Lomba Cipta Cerpen Islami Forum Lingkar Pena 2002 Kategori Dewasa. Dari naskah-naskah tersebut, akhirnya terbentuklah buku berjudul ‘Dari Negeri Asing’.

Selain keenam cerpen di atas masih ada kisah Orang Gila di Atas Bukit. Gaya penceritaan surealism mewarnai cerita tentang orang gila yang setiap harinya mendapatkan ‘mainan’ dari para raksasa. Saya paling suka dengan cerpen ini. Dengan gaya yang berbeda, penulis menuturkan episode dari sejarah bangsa yang memperlihatkan arogansi pemerintahan pada masa itu.

Pati Obong, Pasanga Ri Kajang dan Garwa Anggara Curanggana. Mengambil latar sejarah dan budaya dilakukan oleh ketiga penulis cerpen-cerpen tersebut. Dengan mengusung tema keimanan dan akhlak, ketiga cerpen ini cukup menarik walaupun agak membosankan. Namun terlepas dari itu, ketiga cerpen ini mampu membuat buku terbitan Syaamil ini menjadi semakin berwarna.

Judul : Dari Negeri Asing
Penulis : Pemenang Lomba Cipta Cerpen Islami Forum Lingkar Pena 2002 Kategori Dewasa
Penerbit : Syaamil
Tahun : September 2002
Tebal : 151 halaman
Genre : Kumcer
ISBN : 979-3279-09-5
Harga : Rp. 5.000 [Diskon Gramedia Merdeka Bandung]

Comments

  1. ini kumpullan cerpen ya?
    pengen baca yang "bila tuhan telah tiada"

    ReplyDelete
  2. eh slam lebih suka cerpen daripada novel jebulnya hehe

    ReplyDelete
  3. bukunya bener-bener bagus mbak... makasih untuk reviewnya... maaf, baru berkunjung lagi...

    ReplyDelete

Post a Comment

What Do You Things?