In The Bag

Judul: In The Bag
Penulis: Kate Klise
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama
Cetakan: Oktober, 2013
Tebal: 376 hlm
Bintang: 4/5


Salah satu tema novel yang menarik untukku adalah hubungan orangtua-anak. Tema yang tidak kalah sarat konflik dibandingkan dengan cinta-cintaan atau misteri pembunuhan, apalagi jika usia anak menginjak remaja. Bukan sesuatu yang aneh lagi, jika menemukan banyak kesalah-pahaman antara orangtua-anak yang masing-masing merasa lebih mengerti tentang pemikiran atau pendapatnya.

“Putriku. Putri delapan-belas-tahun-ku yang cantik…. Dia juga akan memprotes kenyataan bahwa aku mencintai saat-saat langka ketika dia membutuhkanku. Saat-saat seperti ini adalah perubahan yang sangat menyenangkan selama tahun-tahun terakhir, ketika aku bagai daging tumbuh yang tidak diinginkan.” (Daisy – h. 26)

“Aku tahu seharusnya aku berusaha lebih keras untuk membuatnya merasa diperlukan dalam hidupku. Dia benar-benar ketakutan ketika kukatakan aku tidak memerlukannya lagi. Tapi bukankah itu tujuannya tumbuh dewasa?” (Coco – h.96)

In The Bag berkisah tentang empat tokoh sentral, Daisy - Coco, dan Andrew – Webb, masing-masing adalah pasangan single parent dan anaknya. Keempat tokoh ini dikaitkan dengan kejadian tertukarnya tas Coco dan Webb di bandara. Tanpa sengaja, Webb menemukan email Coco yang terselip pada tas. Saling berbalas email pun terjadi dan berlanjut ke obrolan mereka yang ‘nyambung’. Rasa saling penasaran dengan sosok di balik email mulai muncul dan mereka membuat kesepakatan bertemu, tapi kesepakatan tersebut harus dibayar dengan menciptakan kebohongan kepada orangtua masing-masing

Di sisi lain, tentang para single parent, Andrew dan Daisy yang mengawali ‘pertemuan’nya dengan selipan pesan di tas. Konflik mereka berdua menurutku lebih asyik dan lucu. Perasaan campur aduk menghadapi remaja di masa yang labil sering membuat mereka stress dan bertanya-tanya. Berusaha memberi ruang pada remaja mereka tapi tetap waspada saat terlihat sesuatu yang tidak lazim. Meski sering Daisy dan Andrew menyerap kesabaran tingkat tinggi atas prilaku para remaja yang sulit dipahami. Dilema para orangtua.

“Suatu hari nanti dia akan berterimakasih kepadaku karena telah membelikan celana itu untuknya. Atau tidak? Apakah aku akan pernah dihargai atas jutaan hal kecil yang telah kulakukan untuknya, yang tidak dia sadari? Ataukah orangtua memang tidak akan pernah diganjar ucapan terimakasih?” (Daisy – h.105)

“Kalaupun dia ingin membangkang, aku lebih suka jika setidaknya dilakukan dengan cara menarik. Bukannya asyik dengan permainan computer yang menumpulkan otak atau apapun itu yang sedang dia hadapi…. Tapi kalau dia tidak ingin bersamaku, kenapa dia tidak bisa bersama seseorang atau sesuatu yang lebih menarik daripada computer? Kenapa saingan untuk mendapatkan perhatian putraku harus sesuatu yang begitu kering dan menjemukan?” (Andrew – h. 103)

Kisah cinta Andrew – Daisy pun tak kalah seru, efek dari selipan pesan membuat Andrew ketakutan dan gelisah, di sisi lain karakter Daisy yang naik-turun dengan prasangka yang selalu muncul membuat hubungan mereka antara iya dan tidak. Kisahnya mungkin klise tapi yang menarik adalah konflik yang membelit sepanjang cerita. Perseteruan dan kekalutan orangtua menghadapi anak-anaknya, serta kisah cinta masing-masing pasangan. Saya suka chemistry yang dirajut penulis pada setiap pasangan dan juga dengan karakter yang ditampilkan.

“Semenit sebelumnya dia menangis, berikutnya cekikikan kegirangan. Dialah makhluk paling tidak bisa ditebak di muka bumi. Tapi satu hal yang pasti: dia perfeksionis, seperti ibunya, yang artinya dia jengkel ketika kehidupan tidak berjalan sesuai keinginannya.” (Daisy – h. 45)

“Aku senang Dad memercayaiku untuk pergi sendiri ke museum. Tapi kalau dipikir-pikir, tipis bedanya antara dipercayai dan ditelantarkan. … Lalu merasa bersalah karena telah mempertanyakan motivasi Dad. Dia sungguh-sungguh berusaha sebaik mungkin… Dia sudah menjadi orangtua tunggal jauh sebelum hal itu menjadi tren.” (Webb – h. 91)

Comments