Membaca permainan ‘Suka Cita’ Pollyanna, mengingatkan saya dengan slogan sendiri, ‘Keindahan Hadir Saat Kepala Manusia Berpikir Positif’. Kurang lebih keduanya memiliki inti yang mirip, sama-sama mencari ‘hal baik/positif’ yang pasti terselip di setiap kesedihan.
Sulit? Ya, bisa jadi sangat sulit, apalagi bagi yang tidak terbiasa. Saya teringat analogi papan tulis putih yang terdapat sebuah titik hitam. Hampir semua orang, jika ditanya apa yang kaulihat, pasti akan menjawab, papan putih. Dari sinilah kita tahu betapa sulitnya melihat sebuah titik kebahagiaan di antara sebuah musibah yang kerap dianggap menggunung. Kadang kita terlanjur “nyaman” melihat sebuah musibah dari bangku pertama, tanpa mencoba berpindah duduk ke bangku di sudut yang lain.
Pollyanna sukses melakukannya. Dia selalu berusaha memposisikan diri di bangku terbaik, di mana saat duduk di sana dia selalu dapat menyunggingkan senyum. Sekali waktu Mrs. Snow mengeluhkan kondisinya yang tidak bisa tidur pada malam hari. Jawaban Pollyanna, “Ya ampun, aku malah ingin begitu… Kita kehilangan banyak waktu karena tidur! Bukan begitu?” Sungguh jawaban itu sangat membesarkan hati para penderita insomnia :P
Setiap orang pasti akan terbawa riang begitu berada di dekat nona cilik yang selalu terlihat bersuka-cita. Pollyanna benar-benar bocah yang selalu ramai, ceriwis walaupun sering out of control dalam berbicara. Namun di sisi lain, saya terkadang merasakan kesedihan Pollyanna yang berusaha dipendamnya sendiri. Sedih kalau sudah melihat Pollyanna menangis di kegelapan kamarnya di loteng yang panas. Well, tak ada manusia yang sempurna.
Berbicara tentang genre buku Pollyanna, akhir-akhir ini banyak ragam terjemahan dari fiksi klasik yang mulai bermunculan di ranah perbukuan. Terasa sekali nafas baru sekaligus kerinduan para pembaca untuk bernostalgia. Begitu menyenangkan membaca karya-karya setipe ‘Pollyanna’ yang kerap berisikan kisah yang sederhana, dengan gaya bahasa yang juga bersahaja.
Ditambah lagi kisah Pollyanna memiliki deskripsi latar tempat yang indah, hutan nan hijau dalam setiap perjalanan Pollyanna menuju ‘istana’ Mr. Pendleton, rumah Miss Pollyanna dengan pohon depan kamar yang dapat dipanjat dan atap rumah yang bisa dijadikan tempat tidur, juga tentang prisma Mr. Pendleton yang membiaskan pelangi. Semua terbayang dengan mudah berkat terjemahan dan penyuntingan naskah yang apik, walaupun ada beberapa bagian yang terpeleset typo.
Satu lagi poin yang menarik dari sosok Pollyanna adalah kecerdasannya. Saya suka sekali dengan pendapat dia tentang hidup ketika bibi Polly yang menginginkan hari Pollyanna diisi dengan belajar dan belajar.
“Oh, tapi Bibi Polly, Bibi Polly, Anda tidak memberikanku waktu untuk… untuk hidup.” [h.59] berlanjut dengan, “Anda bernafas selama tidur, tapi tidak sedang hidup. Yang kumaksud hidup---melakukan apa pun yang Anda mau……Itulah yang kusebut hidup, Bibi Polly. Sekadar bernafas bukan hidup!” [h.60] Keren bukan?
Selain itu, saya juga menyukai saat dimana Pollyanna mengkritik para anggota Ladies’ Aid yang berisikan wanita-wanita paruh baya. Dia bertanya-tanya bagaimana nyonya-nyonya itu bisa begitu giat mencari dana untuk anak-anak di India, sedangkan untuk memberikan sedikit bantuan kepada Jimmy, anak yatim piatu, mereka hanya berkeluh-kesan.
Membaca Pollyanna memang sarat dengan pesan moral. Tapi, walaupun ‘Pollyanna’ bercerita tentang gadis cilik nan riang gembira, terselip juga ‘bau-bau’ asmara dalam cerita. Jadi, jika buku ini akan dihadiahkan pada anak-anak, sangat disarankan saat membacanya mendapat bimbingan orang tua :D
So, mulailah Anda belajar dari Pollyanna, menemukan 'bangku' yang menawarkan senyum.
Judul : Pollyanna
Penulis : Eleanor H. Potter
Penerjemah : Rini Nurul Badariah
Penyunting : Rinurbad & Dee
Pemeriksa Aksara : Azzura Dayana
Desain Sampul : Laraz Studio
Ilustrasi Sampul : Ella Elviana
Penata Letak : Lian Kagura
Penerbit : Orange Books
Terbit : Mei 2010
Tebal : 312 halaman
Genre : Fiksi Klasik
ISBN : 978-602-8436-79-3
Harga : Rp. 37.000 [dapat dibeli di sini dengan diskon spesial
NB: - Judulnya aneh gak sih? tapi koq aku suka yah :P
- Sekali lageee...tengkyu buat Mbak Tya yang mau minjemin nih buku Pollyanna. Love it and Love you! :D
Sulit? Ya, bisa jadi sangat sulit, apalagi bagi yang tidak terbiasa. Saya teringat analogi papan tulis putih yang terdapat sebuah titik hitam. Hampir semua orang, jika ditanya apa yang kaulihat, pasti akan menjawab, papan putih. Dari sinilah kita tahu betapa sulitnya melihat sebuah titik kebahagiaan di antara sebuah musibah yang kerap dianggap menggunung. Kadang kita terlanjur “nyaman” melihat sebuah musibah dari bangku pertama, tanpa mencoba berpindah duduk ke bangku di sudut yang lain.
Pollyanna sukses melakukannya. Dia selalu berusaha memposisikan diri di bangku terbaik, di mana saat duduk di sana dia selalu dapat menyunggingkan senyum. Sekali waktu Mrs. Snow mengeluhkan kondisinya yang tidak bisa tidur pada malam hari. Jawaban Pollyanna, “Ya ampun, aku malah ingin begitu… Kita kehilangan banyak waktu karena tidur! Bukan begitu?” Sungguh jawaban itu sangat membesarkan hati para penderita insomnia :P
Setiap orang pasti akan terbawa riang begitu berada di dekat nona cilik yang selalu terlihat bersuka-cita. Pollyanna benar-benar bocah yang selalu ramai, ceriwis walaupun sering out of control dalam berbicara. Namun di sisi lain, saya terkadang merasakan kesedihan Pollyanna yang berusaha dipendamnya sendiri. Sedih kalau sudah melihat Pollyanna menangis di kegelapan kamarnya di loteng yang panas. Well, tak ada manusia yang sempurna.
Berbicara tentang genre buku Pollyanna, akhir-akhir ini banyak ragam terjemahan dari fiksi klasik yang mulai bermunculan di ranah perbukuan. Terasa sekali nafas baru sekaligus kerinduan para pembaca untuk bernostalgia. Begitu menyenangkan membaca karya-karya setipe ‘Pollyanna’ yang kerap berisikan kisah yang sederhana, dengan gaya bahasa yang juga bersahaja.
Ditambah lagi kisah Pollyanna memiliki deskripsi latar tempat yang indah, hutan nan hijau dalam setiap perjalanan Pollyanna menuju ‘istana’ Mr. Pendleton, rumah Miss Pollyanna dengan pohon depan kamar yang dapat dipanjat dan atap rumah yang bisa dijadikan tempat tidur, juga tentang prisma Mr. Pendleton yang membiaskan pelangi. Semua terbayang dengan mudah berkat terjemahan dan penyuntingan naskah yang apik, walaupun ada beberapa bagian yang terpeleset typo.
Satu lagi poin yang menarik dari sosok Pollyanna adalah kecerdasannya. Saya suka sekali dengan pendapat dia tentang hidup ketika bibi Polly yang menginginkan hari Pollyanna diisi dengan belajar dan belajar.
“Oh, tapi Bibi Polly, Bibi Polly, Anda tidak memberikanku waktu untuk… untuk hidup.” [h.59] berlanjut dengan, “Anda bernafas selama tidur, tapi tidak sedang hidup. Yang kumaksud hidup---melakukan apa pun yang Anda mau……Itulah yang kusebut hidup, Bibi Polly. Sekadar bernafas bukan hidup!” [h.60] Keren bukan?
Selain itu, saya juga menyukai saat dimana Pollyanna mengkritik para anggota Ladies’ Aid yang berisikan wanita-wanita paruh baya. Dia bertanya-tanya bagaimana nyonya-nyonya itu bisa begitu giat mencari dana untuk anak-anak di India, sedangkan untuk memberikan sedikit bantuan kepada Jimmy, anak yatim piatu, mereka hanya berkeluh-kesan.
Membaca Pollyanna memang sarat dengan pesan moral. Tapi, walaupun ‘Pollyanna’ bercerita tentang gadis cilik nan riang gembira, terselip juga ‘bau-bau’ asmara dalam cerita. Jadi, jika buku ini akan dihadiahkan pada anak-anak, sangat disarankan saat membacanya mendapat bimbingan orang tua :D
So, mulailah Anda belajar dari Pollyanna, menemukan 'bangku' yang menawarkan senyum.
Judul : Pollyanna
Penulis : Eleanor H. Potter
Penerjemah : Rini Nurul Badariah
Penyunting : Rinurbad & Dee
Pemeriksa Aksara : Azzura Dayana
Desain Sampul : Laraz Studio
Ilustrasi Sampul : Ella Elviana
Penata Letak : Lian Kagura
Penerbit : Orange Books
Terbit : Mei 2010
Tebal : 312 halaman
Genre : Fiksi Klasik
ISBN : 978-602-8436-79-3
Harga : Rp. 37.000 [dapat dibeli di sini dengan diskon spesial
NB: - Judulnya aneh gak sih? tapi koq aku suka yah :P
- Sekali lageee...tengkyu buat Mbak Tya yang mau minjemin nih buku Pollyanna. Love it and Love you! :D
Inspirasi besar kadang datang dari anak kecil...
ReplyDeleteJarang ada orang tua yg jadi inspirasi, apalagi di Endonesa
ada versi inggrisnya gak.. saya butuh bgt.
ReplyDeletetolong klo ada kirim ke spart_coolman@yahoo.com