Tonil Nyai di Ujung Senapan


Nenek Hana hanya dapat terpaku di kursi pengadilan ketika kesaksikannya disangsikan karena inderanya dinilai rabun akibat usianya yang telah 70 tahun. Tetapi Nenek Hana yakin masih mampu mengenali si pembunuh karena posisinya saat itu sangat dekat dengan pelaku. Berbagai cercaan dilancarkan pembela Roni, pria yang menjadi terdakwa, pembunuh Elly Bardja, tetangga Nenek Hana. Kepandaian si pembela dalam bersilat lidah membuat pengadilan akhirnya memutuskan kesaksian Nenek Hana dinilai lemah dan kebebasan pun diberikan kepada Roni.

Keadilan menjadi sebuah tanda tanya besar ketika saksi yang jelas-jelas bersitatap dengan pelaku, harus ditiadakan dengan fakta yang dibolak-balikkan dengan seenaknya. Cerpen berjudul Salah Satu Sudah Mati merupakan salah satu kisah sederhana yang mewakili problema besar di tubuh hukum dan kemanusiaan. Menengok lebih dalam, keadaan ini tidaklah hanya berupa fiksi tetapi juga realita. Banyaknya berita dan bukti penyelewengan yang terjadi di depan mata, namun faktanya berhasil ditutupi dengan hamburan kelitan. Kenyataan yang sekaligus menunjukkan kebenaran bahwa hukum hanya menjadi milik pihak yang berkuasa.

Tetapi ada satu hal yang harus dicamkan para penguasa, bahwa ada sebuah keadilan yang tidak dapat disepelekan yaitu Keadilan dari yang Maha Adil. Tak akan ada satu pun hal yang akan luput dari keadilanNya, seperti juga tokoh Roni yang harus menanggung buah dari keadilan yang seketika diturunkanNya.

Rendahnya keadilan dan diskriminasi juga terjadi pada ranah konflik, yaitu Palestina. Stereotip yang menganggap Palestina dan Islam identik dengan kekerasan dan bom bunuh diri, membuat penulis memprotes kondisi tersebut lewat coretan penanya yang berjudul Pertemuan Dua Wanita. Ledakan pesawat yang menewaskan 30 penumpang menjadi awal mula kisah yang mempertemukan Elena dan Halimah. Elena, warga Jerman yang kehilangan suaminya, terkesima mendengar Halimah yang tetap tegar setelah kehilangan putranya yang berusia 18 tahun, juga tewas dalam pesawat. Tidak hanya harus menanggung kepedihan akibat kematian putranya, Halimah juga harus berpasrah ketika saat itu juga putranya dituduh menjadi dalam pengeboman pesawat, hanya karena dia keturunan Palestina.

Lewat cerpen berjudul Tanpa Nisan Tanpa Tulisan, penulis juga menyampaikan betapa rendahnya kemanusiaan yang ada di Palestina. Rencana penggusuran desa Al-Barakah menjadi salah satu pemicu konflik antara Syayaf dan Levy, pemuda keturunan Palestina dan Yahudi yang sebelumnya adalah kawan akrab. Tuntutan Syayaf terus dilakukan kepada Levy, sebagai orang yang cukup berpengaruh dalam pemerintahan. Dan kisah pun ditutup dengan sebuah pengkhianatan tak terduga pada kisah yang dipenuhi dengan dilema dari sang tokoh.

Ketika dihadapkan dengan kata jihad, kita kerap mengidentikkannya dengan sesuatu yang berat, lewat peperangan atau ceramah di berbagai penjuru. Tetapi kisah Aksi Jihad Supartinah, menunjukkan bahwa jihad dapat juga dilakukan lewat sarana yang ringan. Ketika para penjual jamu mengenakan pakaian seksi supaya dagangannya bisa cepat laku, Supartinah, menyangkalnya dengan mengenakan pakaian muslimah ketika menjajakan dagangannya.

Kumcer ini sebagian besar mengangkat tema keadilan, yang juga menyelipkan semangat jihad dan kemanusiaan. Semangat yang berakar dari hidayah Allah yang teramat mahal nilainya.

Hidayah adalah sesuatu yang harus senantiasa dijemput oleh manusia. Dijemput, didapatkan dan dipelihara. Manusia tak pernah tahu darimana hidayah akan datang, seperti yang terjadi pada Nyai Euis [Tonil Nyai di Ujung Senapan]. Primadona tonil [drama musikal] yang memiliki suara merdu dengan kemampuan berpianonya yang lincah ini, menemukan hidayah ketika syair lagunya digubah oleh seseorang yang tak dikenal. Tembang yang seharusnya mendendangkan nada cinta, diubah menjadi syair yang membakar perjuangan kaum muslim. Atau proses Bagendit, seorang rentenir yang tersentuh cahaya islam ketika mendengar doa lirih yang dilantunkan Ceu Eroh setiap menerima kekerasan darinya [Runtuhnya Keangkuhan Bagendit].

Dari negeri seberang pun hidayah dapat teraih ketika hambaNya bersedia berusaha. Kisah Lima Ranting Emas, menceritakan Mei Chang yang melakukan perjalanan dari Jepang ke Cina demi menemui Kaisar Lao Tze, meskipun berakibat fatal setelah pertengkarannya dengan Tokogawa Ieyasu. Ada yang berhasil meraih hidayah, ada juga yang tak kunjung tersentuh. Kymyilca, sang seniman lampu kristal dari Ceko inilah yang menjadi contoh betapa hidayah bukanlah sesuatu yang datang dengan sendirinya. Berkali-kali mengerjakan pesanan lampu dari berbagai mesjid di berbagai Negara, tak kunjung membuat sinar islam menyentuh kalbunya [Lampu Kristal Ceko].

Dalam buku bersampul klasik ini terselip juga beberapa kesalahan pemilihan diksi, seperti penggunaan kata Playboy-Playgirl pada cerita Tonil Nyai di Ujung Senapan yang tidak pas mengingat cerita mengambil setting di Bandung pada tahun 1907, atau penggunaan sapaan “Bapak” untuk pendamping Kaisar Lao Tze terdengar sangat janggal, dalam cerita Lima Ranting Emas. Tetapi kesalahan kecil ini tidak mengurangi hikmah yang terendam dalam kisah-kisah yang dituliskan Agustrijanto.

Judul : Tonil Nyai di Ujung Senapan
Penulis : Agustrijanto
Penerbit : Asy-Syaamil
Tahun : Januari 2001
Genre : Kumcer
Tebal : 138 halaman
ISBN : 979-9435-62-5

Comments

  1. Resensi yang luar biasa. Aku jadi ingin tamatkan yang baru setengah..

    ReplyDelete
  2. Wah...buku yang di review banyak juga ya, penulisnya sama ya ?

    ReplyDelete
  3. ni buku sendiri ya mba, kira-kira bisa bagi tips ngga ya diblog saya ada dua resensi, tapi buatnya wow perlu keseriusan yang tinggi

    ReplyDelete
  4. mbak...Aku pengin mereview buku yang serius kaya gini
    tapi kadang rada bingung memaknainya

    ReplyDelete
  5. wow, buku kumpulan cerpen yah...keliatannya bagus ^^

    ReplyDelete
  6. salam sobat
    wah saya suka nich mba,,
    drama musikal Tonil Nyai di Ujung Senapan.
    cerpennya bagus2 mba,,

    ReplyDelete
  7. lihat dari referensi ceritanya kayanya menarik bukunya ^___^

    ReplyDelete

Post a Comment

What Do You Things?