The Fault in Our Stars

Judul Asli: The Fault in Our Stars
Judul Terjemahan: Salahkan Bintang-Bintang
Penulis: John Green
Penerjemah: Inggrid Dwijani N.
Penerbit: Qanita
Cetak: Desember 2012
Tebal: 424 hlm 
Bintang: 3/5
Harga: Rp. 65.000 (Diskon di www.parcelbuku.net)

"Orang-orang bicara mengenai keberanian pasien kanker, dan aku tidak mengingkari keberanian itu. Aku telah disodok dan ditusuk dan diracun selama bertahun-tahun, tapi aku masih bertahan. Tapi jangan keliru, pada saat itu aku bersedia mati dengan sangat, sangat gembira." (Hazel ~ h.144)
Bayangkan jika dirimu terkena batuk dengan dahak yang terus mengganjal di tenggorokan? Bagaimana rasanya? Penyakit "remeh" yang menimpa dan tak kunjung sembuh kerap terasa menjengkelkan. Lalu, betapa 'menjengkelkannya' jika ternyata penyakit itu tidak bisa disembuhkan. Tetap harus berkawan, meski hati tak berkenan, bukanlah sikap yang mudah.

Paru-paru yang menjadi salah satu organ pengasup oksigen dalam tubuh, tidak bekerja normal dalam diri Hazel. Udara yang begitu mudahnya kita hirup, terasa sulit diserap oleh tubuh Hazel. Kelemahan paru-paru yang diakibatkan kanker tyroid membuatnya harus berjalan beriringan dengan tabung oksigen sebagai benda primer. Tak hanya itu, setiap kali tidur, dia harus berkawankan 'seekor naga' supaya paru-parunya tak terbakar.
"Pada dasarnya BiPAP mengambil alih napasku, dan ini sangat menjengkelkan, tapi yang hebat dari mesin itu adalah semua suara yang diciptakannya; menderu setiap kali aku menghela napas. Aku terus berpikir ada seekor naga yang bernapas bersamaku, seakan aku peliharaan naga yang meringkuk di sampingku dan cukup peduli terhadapku, sehingga mengatur napasnya agar selaras dengan napasku." (Hazel ~ h.163 hlm)
Ketakutan terbesar Hazel bukanlah kanker tapi 'granat' yang dilekatkan dalam dirinya. Hazel terus membayangkan kematiannya akan menghancurkan orang-orang tercintanya. Pertemuan Hazel dengan Augustus Waters mengubah kehidupannya yang monoton. Kisah cinta mereka menjadi semacam pengalihan dari kesakitan yang menggerogoti tubuh. Tapi, kisah cinta Hazel-Augustus juga bikin nyesek terutama momen Augustus menelepon Hazel dari pom bensin dalam kondisi yang payah, demi bisa melakukan hal kecil, sendiri.

Metaforis-metaforis yang mereka ciptakan menjadi hal yang saya sukai sepanjang cerita. Diskusi tentang buku Kemalangan Luar Biasa memperlihatkan, tubuh rusak sama sekali tidak menghalangi kehebatan isi kepala mereka yang bekerja dengan sempurna. Sedihnya, pertemuan mereka dengan si penulis menjadi salah satu bagian yang menjengkelkan dalam alur cerita.
"Tampaknya dunia bukan pabrik pewujud-keinginan" (Augustus ~ h.267)

Ulasan diikutsertakan dalam

Comments