Weeping Under This Same Moon




Manusia Perahu, adalah julukan bagi warga Vietnam yang melarikan diri dari negaranya dengan menggunakan perahu akibat perang berkepanjang sejak tahun 1979. Mei adalah salah satu gadis pengungsi keturunan China, berusia 18 th, yang didahulukan orangtuanya untuk mengungsi bersama adik lakilakinya, Tuan, dan adik perempuannya, Linh. Pengungsian ini tidak dapat dilakukan sekaligus dalam sekeluarga agar tidak menimbulkan kecurigaan. Maka sang Ibu menitipkan dan menyerahkan tanggung jawab besar kepada Mei untuk menjaga dan merawat adik-adiknya.
 

Perjalanan menuju tempat pengungsian sangat penuh resiko. Dari pengungsian menggunakan perahu yang sebelumnya, banyak tersiar kabar adanya serangan perompak, habisnya perbekalan di tengah perjalanan, hingga kematian akibat kapal karam. Berita-berita yang membuat Mei dan keluarga harus mempersiapkan mental karena mereka tidak mungkin tetap berada di negara yang kala itu ‘membenci’ warga keturunan China. Hari penjemputan pria putih pun datang, Mei bersama kedua adiknya mulai berlayar menuju negeri yang bersedia menerima mereka. Sepanjang 11 hari berada di lautan banyak kejadian di perahu yang membuat trenyuh.




Tanggung jawab yang besar tetap menggelayuti Mei, bahkan ketika mereka telah ‘aman’ di New York City. Bagi gadis berusia 18 th, menjaga, merawat dan menyiapkan keperluan rumah tangga, ditambah beban tanggungjawab membuat kesehariannya terasa berat. Belum lagi, ketika pikiran dipenuhi dengan pertanyaan tentang kondisi keluarganya yang masih terperangkap di Vietnam. Sepanjang menekuni perjalanan Mei, saya diajak untuk mengenal bagaimana kegetiran dan perasaan para pengungsi Vietnam.
 

Di sisi lain, Hannah, gadis berusia 17 tahun yang sangat energik dan memiliki kepedulian yang sangat besar tapi bingung saat ingin menyalurkan keinginannya, hingga berujung dengan emosi yang meledak-ledak. Di saat teman-temannya menyukai pasta dan ganja, Hannah lebih memilih untuk menekuni dunia fotografi dan membelai dengan sayang anjingnya. Pilihannya itu membuat Hannah dipandang aneh oleh teman-temannya, bahkan sang Ibu mengirimnya ke psikiater. Sikapnya yang meledak-ledak membuat adik-adiknya pun takut akan keselamatannya.
“Aku tidak pernah benar-benar memikirkan apa yang kulakukan, kulakukan itu begitu saja. Aku jadi marah sekali pada orang-orang yang membuang sampah sehingga harus mengatakan sesuatu.” [h.131]
Perubahan mulai terjadi ketika Hannah mengenal Sekolah Proyek dan tanpa sengaja melihat berita tentang manusia perahu, Sikapnya yang kerap mengambil tindakan berdasarkan nuraninya, membuatnya memutuskan dirinya HARUS melakukan sesuatu. Upayanya ke sana ke mari mengantarnya pada organisasi yang mengurusi para pengungsi Vietnam, International Rescue Committee [IRC] sekaligus pertemuannya dengan beberapa keluarga pengungsi  dari Vietnam.
 

Cerita Hannah dan Mei dituliskan berdasarkan kisah nyata. Penulis yang pernah menjadi pekerja yang mengurusi pengungsi di IRC sangat tahu bagaimana prosedur dan proses perjalanan para pengungsi Vietnam. Selain itu, pengalamannya bertugas mencarikan tempat tinggal bagi para pengungsi memberinya kemampuan untuk menuliskan kondisi fisik maupun mental pengungsi tanpa kesan dibuat-buat. Banyak pesan yang bisa diambil dari kisah dua gadis yang masing-masing memiliki keistimewaan dan semangat untuk memberikan yang terbaik untuk sekitarnya. Keren!

Judul: Weeping Under This Same Moon
Penulis: Jana Jaiz
Penerjemah: Utti Setiawati
Penerbit: Elex Media Komputindo
Cetak: Pertama, 2011
Tebal: 332 hlm
Bintang: ***

:: ingin buku seken/murah bermutu? mampir ke FB Parcel Buku yuk! ::

Comments

  1. ini masuk historical fiction kah mb? elex sekarang banyak nerbitin hisfic yah, mau baca Sarah's Key dulu :)

    ReplyDelete
  2. gak terlalu hisfic juga sih, lebih condong ke memoar

    iya, jadi seneng klo ada penerbit yang hobi nerbitin hisfic, rencana juga mau baca the postmistress

    btw kupikir kemarin ikutan baca bareng Sarah's Key

    ReplyDelete
  3. menurutku bagus mbak, soalnya ini pertama kalinya saya tahu tentang 'manusia perahu' dan hidup di pengungsian

    ReplyDelete

Post a Comment

What Do You Things?