Pixar


Tau Toy Story gak? Kenal a bug’s life? Gimana dengan Monster Inc? Atau Finding Nemo? Atau Wall-E? Jika Anda hanya terbengong-bengong mendengar nama-nama tersebut, maka Anda bukanlah penggemar film animasi, atau bahkan bukan seorang penyuka film? Yah, tak apalah. Walaupun Anda bukan penggemar film, sepertinya tetap layak untuk membaca sebuah buku yang menyimpan semangat, keberanian, dan optimisme ini. Pixar, sebuah indutri film yang sangat ternama terutama di dunia animasi.

Bagi pencinta film animasi, pastinya kenal dengan brand Pixar. Setiap kali berjumpa dengan film garapan Pixar, di awal sebelum film berlangsung pasti akan menjumpai logo wajib berbentuk lampu sorot yang melompat-lompat di atas huruf I hingga hilang tertekan sang lampu. Bingung? Ah, coba deh sekali-kali ke rental atau pedagang DVD untuk mendapatkan judul film-film di atas. Saya termasuk penyuka film animasi, walaupun tidak bisa dikatakan maniak. Minimal film-film yang disebutkan di atas sudah pernah saya pelototin di layar komputer. Yeah! Saya menonton hanya lewat VCD atau DVD.

Walaupun hanya menonton dari layar yang tak sebesar bioskop, saya sangat menikmati hampir semua film animasi. Tidak hanya yang diproduksi oleh Pixar, tetapi juga Disney, Warner Bros, DreamWorks ataupun Turner Broadcasting.

Film animasi menawarkan film kartun dengan gaya baru. Selain bentuk tokohnya yang sangat-sangat terlihat nyata, film animasi seringkali menyajikan kisah lucu yang sarat makna. Tidak sekadar seperti cerita Donal Bebek atau Mickey Mouse yang berdurasi pendek, film animasi selalu memiliki alur cerita yang tertata dan berdurasi panjang.

Seperti yang tertuang dalam kisah Monster Inc, salah satu film animasi terfavoritku. Film tersebut berkisah tentang perusahaan Monster yang mengumpulkan jeritan bocah-bocah dengan cara menakut-nakuti. Nantinya jeritan tersebut akan dijadikan asupan energi listrik bagi kota Monster. Salah satu monsternya yang sangat terkenal menyeramkan adalah James Sullivan. Konflik dimulai ketika seorang bocah cilik ternyata tidak takut dengan Sully, malah mengutit hingga masuk ke wilayah terlarang yaitu kota Monster. Upaya Sully menyelamatkan dan mengembalikan bocah ini ke bumi, menjadi salah satu plot menegangkan dan seru dalam cerita. Namun, yang membuat film animasi menjadi lebih spesial lagi adalah penciptaan tokoh serta segala gerak dan ekspresi yang terlihat sangat hidup.

Gebrakan film animasi dimulai sejak munculnya film Toy Story dan pelopor terciptanya film kartun dengan menggunakan teknologi secara total, tanpa menggunakan gambar-gambar hasil coretan tangan.

Sebelum memiliki nama besar, Pixar memiliki sejarah panjang. Pixar sendiri awalnya tidak bergerak di dunia film tetapi memproduksi berbagai software. Hanya karena ketidak-sengajaan John Lesseter, sang animator unggulan, membuat animasi pendek sebagai contoh hasil karya dari sebuah produk software, ternyata menuai sukses ketika animasi tersebut malah masuk nominasi Oscar.

Pixar pun mulai melirik bisnis film animasi sebagai salah satu peluang besar yang sayang untuk dilewatkan. Permasalahannya adalah Pixar telah lama mengalami kekurangan dana, sejak menjadi “anak” perusahaan Lucasfilm hingga kemudian berada di tangan Steve Jobs---sosok yang membeli Pixar dari Lucasfilm. Jatuh bangun. Pejuangan Ed Catmull, salah satu pencetus Pixar, ke sana- ke mari dalam mempertahankan Pixar patut diacungi jempol, terutama atas komitmen dan optimismenya terhadap masa depan film animasi.

Di buku ini diungkapkan tentang berbagai proses kreatif dari pembuatan film-film animasi. Bahkan riset-riset detail para pembuat animasinya mampu membuat saya terpukau, contohnya dimana salah satu animator rela menceburkan dirinya ke kolam demi melihat bagian baju mana yang melekat pada badan dan mana yang ‘bebas’. Itu baru hal kecil, belum lagi riset-riset yang dilakukan mereka supaya penonton tidak hanya menikmati sang tokoh, tetapi juga latar tempat. Misalnya, ketika harus menciptakan efek air pada film Finding Nemo yang mengharuskan mereka menyelam ke kedalaman laut dan menonton rentetan film yang memuat latar laut.

Berbicara tentang produksi film pasti tidak lepas dari dunia bisnis. Maka lewat tulisan Ni Ketut Susrini ini terlihat bahwa film-film garapan Pixar yang sebagian besar mendapat penghargaan bergengsi, ternyata menyimpan permasalahan kompleks. Bahwa ternyata di balik setiap pembuatan dan proses pendistribusian film-film Pixar terdapat ketegangan dan situasi panas yang sempat membuat Pixar dan Disney hampir ‘bercerai’. Bahkan menyebabkan tertundanya penayangan salah satu film animasi yang di kemudian hari tetap menjadi favorit para penonton, bahkan di Indonesia.

Setelah menuntaskan isi buku dengan gambar berbagai tokoh animasi di sampul depannya ini, saya akan lebih menghargai sebuah film animasi, tidak hanya lewat karena alur cerita yang apik, tetapi juga kerja keras dan perjuangan di balik layar.

Judul : Pixar
Penulis : Ni Ketut Susrini
Penerbit : B First
Terbit : Juni 2009
Tebal : 180 halaman
kunjungi: http://parcelbuku.com

Comments

  1. suka juga lihat animasi (walau hanya file hasil copy), perlu niru semangatnya.
    *syukron...

    ReplyDelete
  2. wah,aku suka film animasi pixar,beda dgn yang lain...
    reviewnya sangat menginsipirasi...bagus mbak :)

    ReplyDelete
  3. baru2 kemarin saya liat Planet 51 :D

    ReplyDelete
  4. Wah, saya orang keren nih...yg ikutan komentar disini..hehehe, lama ga mampir sini, sejujurnya aku tuh nyari2 linknya blog ini, kelupaan...apa namanya, gara2 tidak tukaran link sih...hehehe, btw pixar kayaknya boleh juga nih dibaca! sekalian saya ijin ngelink blognya yah di blogroll saya-dan kalau berkenan kita tukaran link :)

    ReplyDelete

Post a Comment

What Do You Things?