Married With Brondong


Allah kerap memiliki cara tak terduga nan indah untuk mempertemukan sepasang insan dalam satu kesatuan yang sempurna.

Sulit untuk tidak mengiyakan kalimat di atas. Sudah banyak contoh kasus yang menunjukkan bagaimana pertemuan dua insan hingga ke pelaminan, menyimpan kejutan-kejutan. Saya sendiri yang baru saja dipertemukan dengan sang suami, kisahnya berawal dengan hal yang tidak terduga, dan saat dikenang, eh, ternyata keren juga cara Allah mempertemukan kami ^^

Subhanallah…

Kekerenan Allah pun saya lihat dari cara-Nya mempertemukan dua karakter, Bo [suami] dan Jo [istri]. Berawal dari kesalah-pahaman chatting, yang kemudian hari memperlihatkan kegemaran mereka yang sama, yaitu komik, sukses mengantar mereka menuju gerbang penyempurna separuh dien.

Eits, tapi perjalanan mereka menuju ke sana, tidak semudah ngabisin cendol segelas. Banyak pertimbangan, cibiran, dan kritikan. Why? Karena usia Jo jauh melebihi usia Bo. Tujuh tahun dua bulan empat hari, bukan waktu yang ‘wajar’ bagi sebagian mata orang timur yang hobi menciptakan stereotip-stereotip yang tidak mendasar.

Mengagetkan? Sangat mungkin, tapi tidak jika mereka mau menengok balik sejarah perbedaan umur dalam pernikahan, yang lebih fantastis. Pernikahan Rasulullah [25] dan Bunda Khadijah [40] memiliki angka lebih mengejutkan, 15 tahun. Well, kalau ada yang berdalih, “Itu kan jaman doeloe.” Mau yang lebih modern? Tengok aja artis Demi Moore [47] dengan Asthon Kutcher [32] yang juga beda 15 tahun, dan sejauh yang saya tahu mereka sih baik-baik saja.

Saya sendiri tidak tahu bagaimana masyarakat bisa membentuk stereotip negatif dengan kondisi seperti ini. Keadaan yang tidak hanya memunculkan ketakutan dari pihak wanita, tetapi saya yakin ada juga pikiran dari pihak lelaki, yang mungkin akan gerah jika nantinya diberi label Oedipus Complex.

Balik lagi, bahwa segala kekhawatiran tersebut lebih banyak muncul dikarenakan pandangan dari masyarakat sekitar –yang nantinya juga belum tentu peduli dengan kondisi mereka. Haiiizzz…intinya capek kalau harus mendengarkan kata orang melulu. Bersyukur, akhirnya ada karya yang sekiranya dapat merobohkan stereotip negatif tentang wanita yang menikah dengan pria dengan usia jauh di bawahnya alias Brondong.

Komik yang terinspirasi dari kisah nyata kedua penggarapnya ini secara garis besar terbagi menjadi dua fase. Sebelum dan setelah menikah.

Fase sebelum menikah

Fase ini dibuka dengan kalimat, “Apa??? Kamu mau menikah sama anak kecil??”---Hahahahahag! Menghina sekalee :P

Dari opening inilah kendala Married With Brondong dipaparkan, dan berlanjut dengan menceritakan kesungguhan dan kualitas Bo di mata Jo. Lucu, inspiratif sekaligus jujur. Hanya saja, saya sempat sedikit bingung saat Bo menelepon keluarganya di Malang untuk memberitahu rencananya menikah. Bingung karena tidak ada ‘rambu-rambu’ terlebih dahulu bahwa ternyata pada bagian tersebut beralur mundur/flashback *CMIIW.

Fase setelah menikah

Menikah adalah saat dimana kita memulai perjalanan hidup yang sangat berbeda dari sebelumnya. Dimulai dari cerita pacaran setelah menikah yang dipenuhi dengan deg-deg seer dan segala kegombalan pria yang sebenarnya sudah beredar di ‘pasaran’ tetapi ternyata masih ampuh membuat sang istri tersipu, berlanjut dengan rangkaian kisah yang mencerminkan kesederhanaan, komitmen, tanggung jawab dan konflik.

Banyak adegan yang saya sukai dalam novel grafis ber’bingkai’ warna pink ini, tetapi ada dua rangkaian kisah yang terfavorit. Pertama pada bagian perdebatan pasutri tentang konstruksi/denah rumah dan kekompakan mereka dalam nyrocos tentang kebobrokan negeri. Cerdas. Selain itu, menampilkan konflik dalam rangkaian cerita membuat cerita menjadi lebih riil.

Kedua, saat Jo ngobrol dengan temannya tentang panggilan untuk suami, tetapi pada bagian sketsa menampilkan dua bocah jalanan yang mencari duit dan kehujanan. Saya tidak tahu apa istilah dalam dunia perkomikan, tapi saya menyebutnya, Cerita Bisu.

Sketsa tersebut seperti menyuarakan, "Ini kondisi yang tidak perlu dibicarakan lagi tapi renungkan apa yang bisa kita lakukan untuk mereka." Really like that!

***

Kalau pembaca pernah membaca komik karya Vbi Djenggottan yang pertama, Aku Berfacebook Maka Aku Ada, maka tidak akan terlalu kaget dengan kemunculan orang-orang ‘tidak berkepentingan’ yang tiba-tiba memberi komentar; dan hanya akan berkomentar “iyeee…iyeee” setiap membaca selipan semangat idealisme dari penulis yang sepertinya memang tidak akan lekang dimakan zaman.

Untuk akhir kata, ijinkanlah saya mengutip kata pengantar Tika Bisono Psi. yang sangat menyuarakan isi kepala sayah,

“Mira dan Vbi berhasil membagi kisahnya melalui rangkaian gambar yang ekpresif, kata-kata yang tidak berlebihan, namun tetap tidak miskin makna filosofis…”

Sukses selalooooo dan semoga karya-karyanya senantiasa dilimpahi keberkahan. Amin!

Judul : Married With Brondong
Penulis : Mira Rahman & Vbi Djenggotten
Penerbit : Bikumiku
Tahun : 2010
Tebal : vi + 124 halaman
Genre : Novel Grafis
ISBN : 978-602-95228-1-5
Harga : Rp. 33.500 [dapat dibeli di sini

NB: *Sumpeh deh ini review terpanjang sayah selama tinggal di Jakarta :D
*Spesial untuk Mbak Mira, Mas Vbi plus si kecil, Imandaru, tengkyu banget untuk hadiah yang membuka mata ini ;) dan juga maaf kalau reviewnya terlalu sotoy ^^v
*Untuk suamiku, LUNAS! :D

Comments

  1. Bagi sebagian yg berpikiran sempit, umur selalu dikait2kan.
    Belajar juga begitu, ada yg merasa pada usia tertentu dilihatnya sebagai suatu keanehan bahkan ketidak normalan ketika orang kuliah lagi.
    Apalagi kalau itu terjadi dalam perkawinan.
    Orang2 spt itu lupa bahwa hal seperti itu bisa saja terjadi kepadanya ataupun keluarganya

    ReplyDelete
  2. Jadi, apa kelebihan buku itu? Pinjem dong... hehe...

    ReplyDelete

Post a Comment

What Do You Things?