Ketika Literasi Menggaungkan Suara dari Marjin


Literasi tidak hanya sekadar angka prosentase dari minat baca dalam masyarakat. Pola berpikir inilah yang diangkat Sofie Dewayani dan Pratiwi Retnaningdyah. Melalui tesis keduanya, mereka berbicara bahwa makna literasi menjadi sangat luas ketika dihadapkan pada sosial ekonomi. Mereka mengambil studi kasus dengan pendekatan pada komunitas anak jalanan dan BMI (Buruh Migran Indonesia), atau biasa disebut TKW. Pendekatan etnografik mereka pergunakan untuk meneliti praktik literasi dalam keseharian dua komunitas tersebut, sebagai kelompok marjinal. 

"... penelitian etnografik identik dengan upaya peneliti untuk mengaburkan 'jarak budaya' dengan komunitas yang diteliti." ~ h.13. Metode yang mengharuskan Sofie  langsung berhadapan dengan anak jalanan dan Tiwik dengan para BMI, untuk memahami pola kebiasaan dan cara berpikir mereka. 

Dua kelompok ini akan dibahas secara bergantian dalam bab 2: Suara dari Jalanan, sampai dengan bab 5: Kapital Budaya dan Teks Kultural dalam Praktik Literasi Lokal. Pembahasan yang akan sangat menarik, mengingat mereka kerap dianggap sebagai sosok pinggiran yang tak kenal literasi. 

Suara dari Jalanan menjadi bab awal yang menggambarkan literasi melalui aktivitas PAUD Bestari dan pendampingan anak-anak di lampu merah supaya dapat mengikuti kejar paket. "Memberikan akses kepada mereka  untuk mendapatkan ijazah SD merupakan salah satu cara yang dianggap efektif untuk memberdayakan mereka dalam memperkuat posisi tawar dan benteng pertahanan mereka dalam menghadapi trafficking." ~ h.118

Aktivitas literasi bagi anak jalanan berarti untuk kelangsungan hidup mereka, bukan tentang kemampuan baca-tulis. Literasi juga menjadi sarana mengungkapkan pikiran dan peran mereka, yang ternyata di luar apa yang dipikirkan orang luar. Penulis juga menyampaikan bagaimana realita di lapangan tentang penyampaian materi di 'kelas' yang pastinya tidak sekaku kurikulum sekolah, dan sambutan anak jalanan/keluarga tentang usaha literasi yang diberikan. 


Buruh Migrain Indonesia yang lebih dikenal dengan sebutan TKW adalah komunitas kedua yang diangkat oleh Pratiwi Retnaningdyah atau Tiwik. Terlihat dari penjabaran Mbak Tiwik tentang pengaruh literasi bagi BMI sangat besar, terutama mendekonstruksi identitas mereka. "Sebenernya aku cuma mau bilang kalo babu juga bisa nulis. Jadi bukan hanya para sastrawan dengan jidat berkerut-kerut saja yang bisa" ~ Rie Rie (narasumber). Mbak Tiwik mencermati aktivitas literasi dari para BMI Hong Kong, dari perpustakaan koper, FLP Hongkong sampai aktivitas mereka nge-blog.

Melalui literasi para BMI menunjukkan bahwa stereotip bodoh, manut, kampungan yang tersemat dalam status mereka adalah SALAH. Kesangsian atas kecerdasan BMI, dilibas oleh beberapa BMI dengan praktik literasi yang dilakukan melalui blog. Tulisan tidak hanya curhatan semata, tapi juga berisikan cerpen dan opini tentang fakta di sekitar mereka.

Saya tidak dapat berkomentar banyak terkait metodologi atau teknik penelitian kedua penulis karena minimnya ilmu, tapi membaca buku Suara Dari Marjin memberikan sebuah pandangan baru tentang literasi. Minat baca tulis hanyalah sebagian kecil dari makna literasi, tapi ada makna yang lebih mendalam yaitu peran literasi terhadap kehidupan sosial budaya dalam masyarakat. 

"Kegiatan literasi yang tak hanya meliputi membaca dan menulis, tetapi juga berkreasi dengan lagu, musik, mencurahkan gagasan dalam diskusi, menjadi sarana yang efektif bagi kaum marginal untuk memahami diri dan menyatakan identitas diri mereka." ~ h.141


Judul: Suara Dari Marjin | Penulis: Sofie Dewayanti & Pratiwi Retnaningdyah | Editor : Anwar Holid | Penerbit: Rosda | Terbit: Cetakan I, Mei 2017 | Tebal: 234 hlm | Bintang:4/5

Comments