Bukan Sepasang Malaikat


Seperti yang kutulis

Kita bukan sepasang malaikat

Jadi, kita akan mengalami banyak peristiwa di sepanjang pernikahan kita

Siapa bilang bahagia itu tanpa air mata dan gulana?

Bukankah pelangi terbit setelah mendung dan hujan?

Aku sedang mencoba merangkum bahwa kita dapat mereguk hikmah dari nestapa

Dan bersama, kita bisa menghalau mendung dari rumah kita, lalu kita lukis pelangi dengan warna cinta.

(Bukan Sepasang Malaikat - h. 170)

Pertama melihat judul dan desain sampul buku "Bukan Sepasang Malaikat" saya begitu tertarik. Dominasi warna biru yang lembut dan gambar jendela, menampakkan aura homely, tenteram, dan sejuk. Aura yang pastinya ingin kita rasakan saat berkeluarga. Sebuah hadist bertutur tentang menikah adalah penyempurna separuh agama dan taqwa adalah penyempurna sisanya, memperlihatkan betapa besar nilai pernikahan di hadapan Allah. Pun tak lepas dengan besarnya ujian yang harus dilalui pasangan suami-istri saat berjuang demi kesempurnaan agama.

Perubahan status dari sendiri menjadi berpasangan sudah pasti memberikan hal-hal baru, tidak hanya sekadar kebiasaan sehari-hari, tetapi juga lingkungan. Saya pun merasakan hal yang sama, bahkan tak ayal saking drastisnya perubahan yang terjadi, sempat terkena depresi. Butuh waktu untuk menyesuaikan diri dengan segala hal baru ketika telah dihampiri status istri. Membaca tulisan-tulisan pada bab "Wahai Pengisi Hati, Kutapaki Sunah Bersejarah Ini Bersamamu!" banyak yang rasanya pas banget dengan apa yang terjadi dan dirasakan ketika baru menikah. 

Sumber
Salah dua tulisan berjudul 'Adaptasi Peran-Peran Baru' & 'Mendamaikan Hati Menghadapi Perubahan' membuat saya mengangguk-angguk. Bahkan kebimbangan istri saat "dipisahkan" dengan keluarganya, yang sering luput dari buku-buku bertemakan pernikahan, ditinjau dengan baik dan disampaikan dengan penuh empati. Sempat juga terpikir kalau saja saya membaca buku ini jauh-jauh hari, mungkin saya lebih tangkas dan arif menghadapi perubahan peranan. 

Memahami dan mengenal pasangan di area pernikahan butuh waktu, proses, dan kesabaran yang terus menerus, tak sekadar 1-2 tahun tapi bisa sampai seumur hidup. Meski kebanyakan mengambil sudut pandang wanita, beragam tulisan di buku ini layak, bahkan WAJIB, dibaca oleh lelaki, baik masih lajang, maupun sudah menjadi suami.

Sumber
Berlanjut ke bab "Mempersiapkan Generasi", kembali saya belajar banyak hal, terutama menghadapi anak pada usia produktif dengan permasalahannya. Tulisan-tulisan yang paling mengena diantaranya, kasus dalam tulisan "Nak, Mari Kita Berdamai!" yang memperlihatkan konflik ibu-anak yang memang kerap terjadi, pengalaman saya saat kecil pun mengalami permasalahan yang sama. Begitupun dengan tulisan berjudul, "Anak Kita: Steril atau Imun?"  , memahamkan cara orangtua dalam menyikapi pengaruh lingkungan terhadap anak. 

Selain dua bab tersebut, masih terdapat tentang "Pernikahan, Sebuah Jejaring Sosial" & "Masalah, Kerikil di Perjalanan" keduanya pun tak luput menganalisa permasalahan dengan memberikan contoh-contoh yang memudahkan saya untuk memahami dan berpikir lebih kreatif untuk menciptakan solusi.

Bukan Sepasang Malaikat. Ya, pasangan suami istri bukan lah sepasang malaikat yang tak kenal lelah dan kesalahan. Di sini penulis tidak membuat dirinya tampak "sempurna" dalam menganalisa setiap kejadian. Penulis juga memperlihatkan betapa terkadang dia lelah dan bosan, atau seperti ketika dia berhadapan dengan anak, amarahnya terkadang juga tak terkendali. "Ketidaksempurnaan" itulah yang membuat tulisan menjadi lebih terasa empatinya.

Judul: Bukan Sepasang Malaikat
Penulis: Robiah Al-Adawiyah
Penyunting: Mastris Radyamas
Penerbit: Afra Publishing
Cetak: Pertama, 2011
Tebal: 216 hlm
Bintang: 5/5

Comments