Jika cinta bisa membuat seorang perempuan setia pada satu lelaki, kenapa cinta tidak bisa membuat lelaki bertahan dengan satu perempuan?
Membaca Istana Kedua mengingatkan saya dengan cerpen Asma Nadia yang berjudul Sakinah Bersamamu. Secara alur dan plot cerita berbeda, tapi memiliki kesamaan pada tema yang diangkat [poligami] dan akhir cerita yang menyesakkan. Poligami, tema yang memang sering memancing kontroversi. Banyak yang kontra, tapi yang pro pun nggak kalah.
Arini, perempuan pecinta dongeng ini bertemu pangerannya lewat sepatu yang terselip di semak-semak. Andika Prasetya, si pangeran yang kemudian membuat Arini merasa dirinya menjadi putri. Keindahan dongeng ‘sang putri’ terbius untuk memandang kehidupan pernikahannya akan berakhir happily ever after. Namun, kenyataan berkata lain ketika keputusannya menelepon nomor di sebuah bon membongkar rahasia yang tersimpan cukup rapi.
Andika Prasetya, seorang dosen yang juga seorang suami yang mendekati sempurna. Tapi tidak ada manusia sempurna, pertemuannya dengan Mei membuktikannya. Kenangan masa kecil Pras sebenarnya cukup memberikan gambaran bagaimana penderitaan perempuan yang dimadu hingga membuatnya berjanji untuk memiliki satu perempuan di hatinya. Tapi nyatanya, pilihan ternyata bisa juga memelesetkan manusia hingga menggiringnya ke lingkaran setan. Hasilnya, sebuah tanggung-jawab yang tidak bisa lagi dipungkiri.
Mei Rose, perempuan peranakan China memiliki karakter yang berseberangan dengan Arini. Dia membenci dongeng karena hidupnya tak seindah kisah putri dan pangeran. Sejak kecil Mei tinggal dengan A-ie [bibi] yang kesehariannya memerintah Mei untuk terus-menerus bekerja. Dia sudah tidak memiliki siapapun selain sang A-ie, ditambah lagi penampilan dan sifatnya yang membuatnya dijauhi teman-temannya. Dengan karakter dan penampilannya yang out of date, membuatnya mendapatkan perlakuan yang tidak layak dari para lelaki. Hingga kemudian pertemuannya dengan Pras mengubah cara berpikirnya.
Mungkin dongeng seorang perempuan harus mati, agar dongeng perempuan lain mendapatkan kehidupan.
Penulis sekaliber Asma Nadia sudah bisa dipastikan mampu untuk membentuk karakter tokoh dengan apik. Dari tiga sudut pandang tokoh, cerita dituturkan dengan konflik yang padat. Saya sendiri jadi bisa merasakan keterpukulan Arini, Kebingungan Pras, dan keterpurukan Mei. Segala kemelut yang memenuhi kepala para tokohnya dirangkai dengan kalimat yang tidak berbelit tapi mendalam.
Banyak sekali pemikiran Asma Nadia yang diselipkan lewat monolog yang kerap terjadi pada diri masing-masing tokoh, yang kebanyakan lebih cenderung untuk kontra dengan poligami. Saya menyukai sebuah tanya yang cukup menohok dari halaman buku Istana Kedua ini, “Kenapa selalu tahun-tahun poligami Rasulullah yang dicontoh? Kenapa para lelaki itu tidak mencontoh tahun-tahun panjang Rasulullah, 28 tahun hanya membagi kasihnya untuk Khadijah.” Satu hal yang pasti bahwa di balik kata poligami tersimpan sebuah amanah yang besar dan tidak mudah bagi suami, maupun istri.
Well, akhirnya saya pun menjadi setuju dengan endorsement yang diberikan Dewie Sekar untuk Istana Kedua.
… Kisah yang sangat menyentuh dan membuat saya menjadi ingin “mewajibkan” semua laki-laki membaca novel ini
Judul: Istana Kedua
Penulis: Asma Nadia
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama
Cetak: Agustus 2007
Tebal: 248 hlm
Bintang:***
:: ingin buku seken/murah bermutu? mampir ke facebook Parcel Buku yuk! ::
jadi pengen baca bukunya...
ReplyDeletedulu wkt masih di padang aku bela2in pesen novel ini, satu biji, ke jawa, tepatnya langsung ke "manajemen" asma nadia-nya. kayanya ongkirnya bahkan lebih mahal dr harga bukunya, tp ngga masalah deh demi bisa punya n baca novel ini.
ReplyDeletegreat ^^
@yaya: memang layak untuk dibaca ^^
ReplyDelete@ilmi: wedew! tapi gak nyesel yah setelah baca isinya
aku mau dah baca novel yg sjenis itu lg
ReplyDelete*masochistkumat*
oya mba, besok kan daku libur ngantor,,
ReplyDeletebukunya kukirim senen gpp?
udah lama pengen baca.buat dijadikan 'bekal'
ReplyDelete@ilmi: iya gpp, ditunggu totalnya ya
ReplyDelete@rian: so, segerakan :D